Rabu, 26 Maret 2014

rabu, 26 maret 2014

Cermin Purnama

beribu burung hitam kekar melaju ganas
ketika pagi bersama sinarnya membentuk selintang
bersama baris bukit yang berundak menembus
cakar cakar keras terpaku tajam
dengan kerut mengurat jelas
bersama realita dan nominalitas harga yang menjulang
beradu bersama juragan juragan yang kelaparan
terus melaju hingga lembayung
lalu mereka kembali dengan urat urat yang patah
dengan sayap sayap yang terkulai
pening, membawa cacing di dalam paruh
dan secentong nasi di dekat perapian

kembali di atas ombak yang bergelung
menembus matahari nyang menghujam pelan
di antara garis pantai dan bayangan di atas genangan garam
berlari bersama surut
membawa kail yang sudah karat
atau jala usang yang berlubang
kayu lapuk berdermaga jauh di atas purnama
bau laut menusuk sampai kerongkongan
lalu pesisir yang beristerikan rumah panggung tua
Si Anak masih menjerit di saat ayah belum juga pulang

melayang kembali sambil menjilat sang mentari
berdiri tegak menghabiskan masa di sudut kota tua
lampu lampu jalan menghiaskan peluh tipis
yang mengalir mengikuti kerut wajah
di sana perut kenyang duduk di ruang istimewa
sedang yang lapar menjajakan nasib di pinggir rel kereta
adukan nasib kepada DiriNya Yang Kuasa

air ombak serta gunung gunung yang berpunuk
ikan ikan teri dan burung burung cakrawala
pekat terpulas di bawah kantung malam
sedang yang di sudut kota
sedang mencuci di atas lumpur yang melimpah sampah
yang dengan kukuh menanti di ambang pagar
menunggu Tuhan dan kitar yang enggan berputar
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar